Minggu, 10 Februari 2013

Mutiara Hikmah

Mendekati Alquran

Senin, 22 Juli 2013, 06:12 WIB

 Sejumlah umat Muslim belajar tahsin Alquran, di Masjid Agung Al Azhar, Jakarta Selatan, Rabu (10/7).   (Republika/Adhi Wicaksono)
Sejumlah umat Muslim belajar tahsin Alquran, di Masjid Agung Al Azhar, Jakarta Selatan, Rabu (10/7). (Republika/Adhi Wicaksono)


REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh Ustaz Arifin Ilham

Ramadhan, bulan berlimpah kebaikan dan keberkahan. Bulan untuk kita ketam pahala dan anugerah-Nya. Tidak ada yang terlewati dari bulan suci ini kecuali semuanya merasakan kedamaian, ketenangan, dan kebahagiaan.

Di antara amalan yang akan mengundang kebaikan dan berpahala besar adalah mendekati dan membaca Alquran. Atau, istilah yang lazim kita dengar dan akrab pada bulan Ramadhan adalah tadarus Alquran. Inilah amalan yang tersirat dalam Alquran sebagai amalan yang mengundang keberkahan dan sekaligus mendesain Ramadhan kita menjadi terbaik.

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS al-Baqarah [2]: 185).

Mendekati Alquran berarti membaca, merenungkan, menelaah, dan memahami wahyu-wahyu-Nya. Pada bulan inilah Alquran menemukan momentumnya. Syiarnya sangat berasa dan khas.

Di hampir pengeras-pengeras suara mushala atau masjid di negeri ini, Alquran didengungkan. Orang tua, ibu-ibu, bapak-bapak, remaja, dan anak-anak berhimpun bersama, memandangi mushaf, membaca, mempelajari, dan mengkajinya. 

Tidak perlu merasa aneh karena aktivitas tadarus Alquran memang sudah melegenda dan turun temurun. Pada bulan inilah, Malaikat Jibril turun ke planet bumi untuk menyimak bacaan Alquran Rasulullah. Usman bin Affan biasa mengkhatamkan Alquran setiap hari sekali.

Imam Syafii mengkhatamkan Alquran sebanyak enam puluh kali. Al-Aswad setiap dua hari sekali, Qatadah setiap tiga hari sekali atau pada tiap malam pada 10 malam akhir bulan Ramadhan. Subhanallah.

Terkait larangan Nabi Muhammad SAW mengkhatamkan Alquran kurang dari tiga hari, Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hambali berkata, itu berlaku di luar Ramadhan. Sementara, pada bulan Ramadhan, apalagi pada 10 akhir Ramadhan, justru menjadi amalan utama.

Alquran disebut sebagai ma`dubatullah (hidangan Allah SWT), sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya, Alquran ini adalah hidangan Allah maka kalian terimalah hidangan-Nya itu semampu kalian.” (HR Hakim).

Sungguh, Alquran merupakan suatu hidangan yang tidak pernah membosankan. Semakin dinikmati, semakin bertambah pula kenikmatannya. Oleh karena itu, setiap orang yang mempercayai Alquran akan semakin bertambah cinta kepadanya, cinta untuk mendekati dan membacanya, mempelajarinya, menghafalkannya, memahaminya, mengamalkannya, dan mengajarkannya.



Ini Rahasia Keistimewaan Ibadah Shalat

Rabu, 03 April 2013, 13:11 WIB



Setelah 90 tahun, shalat kembali dilakukan di Masjid Yeni di Thessaloniki, Yunani (Ilustrasi)
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Bahri Baidhawi
Suatu ketika Abdullah bin Mas'ud bertanya pada Rasulullah shallahu 'alaihi wasallam, "Wahai Rasulullah pekerjaan apa yang paling Allah cintai?"

Beliau menjawab, "Shalat pada waktunya".

Ia bertanya, "Lalu apalagi ya Rasul?"

Beliau menjawab, "Taat kepada orang tua."

Ia bertanya: "Lalu apalagi Ya Rasul?"

Beliau menjawab: "Jihad di jalan Allah."

Hadis di atas diriwayatkan lebih dari satu imam, sebut saja Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Ahmad, Dârul Quthni dan yang lainnya.

Hadis ini cukup menarik perhatian kita, selain perawinya yang banyak, kandungan hadis di atas pun layak untuk dicermati. Mengapa shalat tepat pada waktunya dapat menempati rating teratas dari sekian banyak pekerjaan yang sangat Allah cintai?

Ternyata shalat tepat waktu dapat "menyisihkan" ketaatan pada orang tua dan jihad di jalan Allah. Padahal, sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa perintah untuk taat pada orang tua adalah perintah yang sangat penting, terbukti hampir dalam setiap larangan menyekutukan Tuhan (syirik) selalu disandingkan dengan perintah untuk menaati orang tua. Belum lagi dengan Jihad.

Ternyata "shalat tepat pada waktunya" dapat mengungguli sebuah amalan yang balasannya sudah dijanjikan Allah berupa surga dan selalu menjadi idaman seluruh Muslim.
Menurut Prof Musthafa 'Imarah, Dosen Hadis dan Ilmu Hadis Fakultas Ushuludin Univeristas Al-Azhar, Kairo, Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam memang tidak hanya sekali ditanya tentang pekerjaan yang paling dicintai Allah.

Jawaban Beliau pun variatif disesuaikan dengan orang yang bertanya dan kondisi saat itu. Walau demikian, hadis shalat pada awal waktu adalah hadis terbanyak yang terdapat dalam kitab-kitab hadist dibanding dengan hadis-hadis lain.

Kenyataan ini cukup menarik hingga Ibnu Hajar dalam "Fathul Bari"-nya menukil perkataan Ibnu Bazizah bahwa jihad memang didahulukan dibanding pekerjaan fisik yang lain karena ia merupakan pekerjaan yang berat, akan tetapi kesabaran untuk menjaga shalat dan melaksanakannya "tepat waktu" adalah pekerjaan yang terus dilakukan secara berulang-ulang hingga hanya orang yang benar-benar bertakwalah yang dapat terus menjaganya.

Dr Abdul Fattah Abu Ghuddah menyimpulkan bahwa dalam hadis tersebutlah terdapat kunci kesuksesan Umat Islam, yaitu dengan "memanfaatkan waktu". Beliau berargumen karena shalat termasuk ibadah yang sudah ditentukan waktunya.

Jika seorang Muslim melaksanakannya tepat waktu, dan juga selalu memperhatikan setiap pekerjaan pada waktunya, maka hal itu akan membuat semua janji dan pekerjaan yang ada di dunianya dapat mudah terlaksana dengan baik sebagaimana mestinya. Karena telah menjadi pola kebiasaan dan watak dalam prilaku serta kehidupan seorang Muslim.

Dari sinilah terlihat jelas rahasia mengapa syariat mengistimewakan ibadah shalat dibanding seluruh ibadah lain.

Selain shalat sebenarnya syariat pun telah menggambarkan beberapa pekerjaan yang harus sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Seperti haji, zakat (baik zakat fitr atau zakat mâl), puasa, berkurban, memberi nafkah, utang, gadai, bertamu, haid, nifas dan lain-lain.

Dari sini Islam ingin mengisyaratkan akan pentingnya penentuan waktu dan banyaknya kemaslahatan dan manfaat yang ada di dalamnya.

Mudah-mudahan kita selalu dijadikan orang-orang yang selalu menjaga shalat dan menjadi hamba yang "on time". Allahu wa Rasuluhu a'lam.